Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Satu tak Menyatu

Cerpen Satu Tak Menyatu

 Satu Tak Menyatu

Kau kehendaki rapuhku, kau genggam semua rasaku. 

Iya kiranya seperti itu gambaran kisah hidup yang sedang aku jalani saat ini, Saling menyayangi tanpa penyatuan, seperti senja dan fajar yang selalu ada tetapi tidak saling menggantikan, Langkah kakiku seakan ragu tuk melangkah, semua yang ku kerjakan seakan tak bermakna dimata mu, aku sadar aku belum bisa memenuhi segala keinginan mu, namun setidaknya aku sudah berusaha tuk mengisi segala kebutuhan mu.

Aku punya peran dan kau punya cerita, Layaknya sebuah drama korea yang sudah di atur alurnya, kau tempatkan aku dalam peran protagonist, namun semua ku pertahankan karena aku cinta, dan aku berharap ending ceritanya pemeran protagonis akan bahagia, walau sebentar.

Cerita berawal ketika aku mulai remaja dan sudah mengenal asmara, aku sadari bahwa aku bukanlah orang yang percaya diri untuk mendekati seorang wanita, makanya perkenalan kita dibantu olah kakak, sebenarnya dari SMP hingga SMA kita satu sekolah tapi tak saling kenal, ya karna aku memang pada saat sekolah jarang memikirkan pacaran.

Kisah ku di mulai ketika aku sudah tamat sekolah, ketika itu yang paling antosias adalah kakak ku, dia mengenaliku dengan beberapa wanita, namun tak satupun hinggap di hatiku, ya karna aku memang tak tau apa apa masalah pacaran, namun sikap kakak ku tidak menyerah begitu saja, wanita terakhir yang dia kenalkan adalah wanita yang sekarang menjadi pendamping hidupku.

Dengan segala keluguan ku aku jalani masa masa pacaran selama kurang lebih satu tahun, pada masa masa itu kita lewati selalu bersamanya seakan langkah kaki ku tak luput dari pantauannya, semua yang ia inginkan aku berikan, sampai di suatu ketika kuliahat siratan kebohongan di matanya, namun tak pernah ada sedikit rasa pun untuk meninggalkannya, aku pernah bersujud di kakinya, aku akan penuhi segala keinginanmu namun aku berharap jangan pernah berbohong bahkan dalam bentuk apapun kepada ku karena aku sangat benci akan kebohongan.

Kisah berlanjut namun tak sedikit pun ada perubahan pada sikapnya, bodohnya aku, tak sedikitpun ada rasa untuk mengakhiri kisah ini, tekat ku adalah aku kan berusaha tuk mengubahnya karena aku sudah memilihnya, berat memang tapi disanalah aku belajar kesabaran dan menjadi motivator.

Sampai suatu hari kita memutuskan untuk hidup bersama dalam sebuah ikatan (menikah), setelah menikah ku ikat diri kita dengan sebuah upacara penyucian diri dengan tujuan perubahan sikap dan bisa saling percaya satu sama lain. Dengan status ku yang saat ini adalah kepala keluarga secara otomatis tanggung jawabku semakin bertambah. Di samping itu dengan gengsi yang ku miliki aku takut ia tidak betah tinggal di rumah karena factor ekonomi di rumah kita.

Dengan bermodalkan semangat ku kerjakan semua pekerjaan yang kiranya berguna untuk keluargaku, namun disini usahaku tak selancar yang dibayangkan, istriku hanya mengijinkan ku keluar disaat aku mengerjakan pekerjaan pokok ku saja diluar itu ia sibukkan dirinya untuk memonitoriku dengan beragan cara agar aku segera pulang.

Lambat laun aku mulai tidak focus dengan pekerjaanku dan paknerku pun meninggalkan ku, tidak usai dengan itu teman di sekitar ku pun satu per satu mulai menghindar dariku, dengan bermodalkan gaji pokok dari pekerjaan ku hanya cukup untuk membayar utang keluarga, dengan keterimpitan ekonomi kita pun mulai sering bertengkar kecil dalam rumah sehingga membuat hubungan kita menjadi tidak nyaman.

Hari berganti hari kisah pun ku jalani dengan banyak renungan, lintihan kecil yang terlontar dari mulutnya seakan menggoreskan luka kecil di hatiku, ingin menangis namu takut dibilang lemah, ingin curhat sekarang temanku sudah menjauh, ku kuatkan diri dengan tetap fokus pada pekerjaan, namun penderitaan tidak semudah itu berakhir, layaknya tertimpa hujan seakan masalah datang silih berganti.

Ditempat kerja tampa ada alasan yang jelas aku di buli oleh teman teman ku, imajinasinya terhadapku terlalu berlebihan seakan mereka menuduh ku yang tak pernah aku lakukan, terus dan terus begitu seakan merestart memori dalam otak ku yang membuat aku jadi serba takut, Depresi mulai menghampiriku seakan mengajakku tuk bersahabat.

Saat ini dalam benakku hanyalah ada pertanyaan,

harus kemana aku saat ini?

Dapatkah aku membeli kehidupan yang bahagia? Meski harus mengutang?

Haruskan ku akhiri kisah hidupku tanpa mengakhiri kisah cintaku?

Tersenyumlah, Iya..teruntuk kamu yang tak menghendaki ku.

Posting Komentar untuk "Cerpen Satu tak Menyatu"